Sehari tanpa pegang smart phone rasanya seperti terisolasi dari dunia.
Resah. Gelisah. Serba salah. Apa Anda pernah merasakan hal tersebut?
---
Generasi digital adalah generasi
yang tumbuh besar di tengah perkembangan teknologi. Mereka dikenal paling mudah
beradaptasi dengan keberadaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Generasi
ini dikenal juga dengan “Net Generation”;
“Next Generation”; “Nexters”; “Generation
Y”; “Generation Why”; Millenials”; “Digital Natives”; “Generation Now”; “iGeneration”;
“Echo Boomers”; “Google Generation”; “Nintendo Generation”; “Screenagers”; dll
(Priyanto, 2016)[1]. Tumbuh
bersama perkembangan teknologi informasi menjadikan generasi digital ini sangat
lekat bahkan bisa jadi sangat bergantung pada teknologi informasi, terutama smartphone. Dalam banyak kasus bahkan
ketergantungan ini juga memberikan dampak yang kurang baik dalam kehidupan
pengguna.
![]() |
sumber: www.liputan6.com |
Dalam sebuah kajian mengenai
ketergantungan pada smartphone yang dilakukan oleh Kapersky bekerja sama dengan
Universities of Würzberg dan Notthingam Trent [2],
ditemukan bahwa 37% dari responden menganggap smartphone lebih penting, atau juga setara, dengan sosok teman
dekat; 29% menganggap smartphone
mereka lebih penting daripada orang tua; dan 17% menganggap smartphone mereka sama pentingnya
seperti pasangannya. Astrid Carolus, psikolog dari Universities of Würzberg
mengungkapkan kondisi yang terjadi pada generasi digital tersebut:
”Our phones are an integral part of our lives, and this study
brings psychological proof of this. Our friend-like connection with our
smartphones means that we place an incredible degree of trust in an inanimate
object – so much so, that we consider it a closer and more important element of
our lives than many other people”.
Kondisi ini
sedikit banyak bisa menjadi gambaran, betapa teknologi dapat dengan mudahnya
mempengaruhi kehidupan seseorang. Kita bisa menyaksikan semacam keterikatan
orang dengan smartphone di
jalan-jalan, di restoran, di rumah, di kamar tidur, di kendaraan, bahkan di
toilet, mereka seperti tidak bisa melepas genggamannya pada gadget tersebut. Sampai-sampai muncul
istilah ‘generasi menunduk’ untuk menggambarkan kondisi ini (lebih lanjut, isu yang tidak kalah menarik muncul pula isu mengenai parenting untuk generasi digital ini. Untuk referensi baca juga https://www.academia.edu/25254285/PARENTHINK_DI_ERA_GENERASI_MENUNDUK_OLEH_MUFIDA_CAHYANI_FUTRI_FUJI_WIJAYANTI_MIFTAKHUL_RESTI_LARAS_GILANG_PARINDRA ).
Apakah ini nomophobia? Seperti apa sebenarnya nomophobia itu?
Nomophobia, atau no-mobile-phone-phobia, merupakan perasaan
cemas atau menderita yang dirasakan seseorang ketika berjauhan dengan mobile phone-nya dan tingkatan dimana seseorang
bergantung pada mobile phone/smart phone untuk
mengerjakan pekerjaan dasar/mudah dan untuk memenuhi kebutuhan penting lainnya
seperti belajar, dan rasa aman untuk tetap terkoneksi dengan informasi dan dengan
orang lain (Piercarlo Valdesolo, 2015)[3].
Istilah ‘nomophobia’ sampai saat ini memang belum menjadi istilah resmi yang
digunakan untuk menggambarkan fenomena ini.
Masih terdapat beberapa kontroversi apakah istilah tersebut adalah istilah
yang paling tepat untuk digunakan. Menurut Dr Sanjay Dixit, seorang psikiater
yang juga penelilti riset mengenai ketergantungan terhadap terhadap mobile phone/smart phone, nomophobia
belum dimasukkan dalam kategori 'phobia' secara resmi ke dalam buku teks Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association[4].
![]() |
sumber: www.groovytek.com |
Namun begitu, penelitian
mengenai nomophobia telah dilakukan oleh banyak peneliti. Misalnya, seperti
yang dilansir dalam sebuah situs berita online latimes.com[5],
adalah penelitian oleh SecurEnvoy,
sebuah perusahaan IT di Inggris. Menurut penelitian tersebut, dari 1.000
responden yang menjawab polling, sekitar 66% memiliki rasa takut kehilangan
atau terpisah dari ponsel mereka. Hal ini cukup memprihatinkan, karena empat
tahun lalu survey serupa juga pernah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat 53%
responden yang takut kehilangan gadget mereka.
Detik.com[6]
juga mencatat bahwa survei lain yang tak kalah menarik juga pernah dilakukan
oleh Chicago Tribune, di Amerika
Serikat, dimana lebih dari 40% responden menyatakan 'lebih baik tidak gosok gigi selama seminggu daripada pergi tanpa
smartphone'. Kemudian ada juga survei yang dilakukan oleh 11Mark, yang menyatakan bahwa 75%
responden menggunakan smartphone di
kamar mandi. Tidak hanya Amerika Serikat dan Inggris saja yang terkena nomophobia
ini, namun juga Australia dan Asia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cisco di Australia, 9 dari 10 orang
berusia dibawah 30 tahun mengakui mengalami nomophobia. Survei tersebut
dilakukan terhadap 3800 pemakai smartphone.
Untuk di Asia, berdasarkan sebuah
survei yang dilakukan di India, 18,5% dari 200 responden mengalami nomophobia[7].
Bagaimana dengan di Indonesia? Memang sampai sekarang belum ada data yang
pasti. Namun, di Asia sendiri, berdasarkan penelitian yang dilakukan di India tersebut,
nomophobia telah menjadi ancaman nyata. Apalagi Asia memang merupakan pasar
yang amat besar bagi produsen smartphone, sehingga prediksi semakin
meningkatnya fenomena monophobia di Asia ini sangat mungkin terjadi.
Lalu bagaimana mengatasi ketergantungan/nomophobia agar tidak semakin parah?
Banyak cara dapat kita lakukan untuk menghindari ketergantungan terhadap smartphone, beberapa diantaranya:
- Matikan smartphone minimal 1 jam sebelum tidur dan jangan letakan terlalu dekat
- Jangan gunakan aplikasi alarm di smartphone untuk membangunkan dari tidur, gunakan alarm jam sungguhan. Ini untuk meminimalisir interaksi anda dengan smartphone saat bangun tidur
- Tetapkan waktu kapan anda harus memeriksa notifikasi media sosial melalui smartphone anda atau sekedar berseluncur di dunia maya
- Tetapkan zona bebas dari gadget, misalnya saat makan dan saat berkumpul dengan keluarga atau teman
- Ciptakan “real human contact”
- Konsultasikan pada psikolog jika ketergantungan anda semakin membahayakan kehidupan anda.
Teknologi informasi akan selalu berkembang. Mengikuti perkembangannya menjadi wajib atau kita akan ‘tersingkir’. Hanya saja pada akhirnya semua akan kembali pada kita sebagai pengguna untuk memutuskan siapa yang lebih ‘smart’ dari smartphone yang kita genggam.
![]() |
sumber: ask.fm |
“I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots” --- Albert Einstein
Referensi
[1]
Ida F. Priyanto. 2016. Materi dalam perkuliahan “Disruptive Technology, IoT,
and IoE”, Sesi-4 Seminars on Informastion Issues.
[2] http://memeburn.com/2016/06/1-3-people-value-smartphone-friends-study-finds/
[diakses tanggal 16 September 2016]
[3] http://www.scientificamerican.com/article/scientists-study-nomophobia-mdash-fear-of-being-without-a-mobile-phone/
[tanggal akses 16 September 2016]
[4] http://edition.cnn.com/2012/03/06/tech/mobile/nomophobia-mobile-addiction/
[tanggal akses 18 Sepetember 2016]
[5] http://articles.latimes.com/2012/feb/17/business/la-fi-tn-nomophobia-on-the-rise-20120216
[tanggal akses 18 September 2016]
[6] http://inet.detik.com/read/2013/07/09/091604/2296456/398/kisah-nomophobia-si-pecandu-gadget
[tanggal akses 16 September 2016]
[7] Sanjay Dixit, Harish Shukla, AK Bhagwat, Arpita Bindal, Abhilasha Goyal, Alia K Zaidi, dan Akansha Shrivastava.
“A Study to Evaluate Mobile Phone Dependence Among Students of a Medical
College and Associated Hospital of Central India”, Indian journal of Community Medicine. April 2010; 35(2):
hlm.339-341 [diakses melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2940198/
pada tanggal 18 September 2016]
cara lain menghindari ketergantungan bisa dijual ke ane mb fut.. xixixixi..
BalasHapustuuhkan ternyata very buka lapak dimana2...hadeeh
Hapustuker tanaman karnivor mu semuanya ya :p
Hapussaat wearables menjadi produk disruptive, maka ketergantungan pada ponsel bisa bergeser, tetapi connectedness tetap tidak akan hilang. Bisa jadi layar berada di kacamata dan texting dilakukan dengan suara...
BalasHapuskeren!
Hapustapi, nanti bisa jadi muncul bentuk ketergantungan lainnya. mungkin namanya no-wearables-phobia?? #tutupmata
mengutip pernyataan prof.Tini, teknologi adalah pedang bermata dua...
smarthpone make us stupidperson,telah terjadi relasi kuasa gadget thd manusia....Ohh Nooo #efekuliahkbm
BalasHapussmartphone telah mendominasi, menunjukan relasi kuasa pada kita.
Hapuswaspadalah...waspadalah... :p
Wah...cukup informatif dan cukup membantu dalam menghindari ketergantungan smartphone.
BalasHapusbenarkaaahh? hehe...
HapusWah...cukup informatif dan cukup membantu dalam menghindari ketergantungan smartphone.
BalasHapusNomophobia , oh My God. Istilah baru lagi yang lagi hits saat ini. Thanks mb Futri sdh berbagi informasi dengan kita disini ^_^
BalasHapusyou're welcome :)
Hapus